Wednesday, September 30, 2009

Demikian Dunia Bertutur

(Sebuah usaha terseyok seyok mencari satu jawaban)

“1(satu) adalah angka dan angka 1(satu), adalah proses dan tujuan anak manusia, walaupun kadang kadang bikin manusia ‘gila’ dan berbuat ‘gila’.”
(Makan_haty)


“Aku yang kasar, begitu mudah tertawan
Bagai srigala tak berkutik di tangan si cerdik
Mati dalam cintamu bagiku kenikmatan
Aneh memang orang yang menikmati kbinasaan.”
(Ibnu Hazm Al-Andalusi)



Pendahuluan

Adalah tidak bisa, mengalikan atau menjumlahkan bilangan satu tanpa bantuan bilangan yang lain. Demikian juga adalah mustahil manusia bisa hidup sendiri tanpa kontribusi dan bantuan dari manusia yang lain, karena manusia adalah mahluk sosial dimana manusia membutuhkan satu sama lain, dalam menjalan hidup dan kehidupannya, yang penuh dengan kekurangan dan kelemahan untuk menuju menjadi sempurna. Pada dasarnya kesempurnaan manusia adalah, terletak kepada sifat kelemahan dan kekurangannya sebagai mahluk ciptaan tuhan itu sendiri, lebih hematnya adalah, manusia menjadi sempurna, manakalah kekurangan dan kelemahan tetap ada pada ‘tubuh’ manusia., bagaimanpun juga kesempurnaan tidak dapat dipinjam oleh manusia untuk merebut posisi Tuhan. Agar hubungan hamba dengan tuhan tetap terjaga; tuhan yang disembah dan manusia adalah hambahnya yang harus menyembahNya. Demikan ini sungguh selaras dengan konsep penciptaan manusia yang tujuan pencipataannya adalah semata mata hanya mengabdi kepada sang pencipta, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembahku” . Ini adalah harga mati yang tidak dapat ditawar karena konsep kehambaan cuma mengenal satu hubungan yaitu kepatuhan. karena pembahasannya masalah ini adalah terkait dengan akidah dan keimanan. Bagaiamana manusia itu bisa bebas padahal dia adalah seorang hamba?. Karena kebebasan-kesempurnaan- dan kehambaan adalah dua hal yang mustahil untuk dimiliki dalam satu ‘tubuh”. Maka akan tampak jelas bahwa Allah swt adalah Tuhan pembuat taklif , manusia adalah seoarang hamba yang sebagai pelaksananya dan semua bentuk penyembahan hanya kepada-Nya.

Dari inilah terdapat sebuah kecenderungan, maka terbatas apa yang di hasilkan oleh pemikiran manusia untuk menjadi sempurna, demikian pula manusia tidaklah akan berfikir melampui batas karena toh manusia terbatas pemikirannya, jadi menjadi benar apa yang disebut sebuah interpretasi atau penafsiran manusia atas teks teks agama, dan sebuah kebenaran tidaklah berada pada satu orang atau satu kelompok, sebab otak itu variatif tidak sama satu sama lain. Ada yang otaknya diisi dengan obat obatan hasil olahan barat, ada yang hasil proaduksi lokal. Itu pasti berbeda dosisnya, obat obatan hasil olahan tangan barat bisa jadi , cocok dikomsumsi oleh orang barat saja dan sebaliknya. Maka tidak heran orang lokal yang mengkomsumsi obat olahan barat akan menjadi over dosis dan mencak mencak, akibatnya akan menjadi aneh, buat orang orang yang alergi dengan produk produk olahan barat, walaupun bagi penggemar produk barat dianggap manjur yang akan bisa mengobati penyakit yang dideritanya akan segera sembuh. Tapi bukan bagi orang yang alergi terhadapnya yang justru akan menimbulkan baginya sebuah kematian bukan pada waktunya, toh obat buatan dalam sendiri lebih tepat dan cocok untuk mengatasi penyakitnya.

Kembali kepada apa yang disebut dasar kelemahan dan keterbatasan manusia. Maka untuk menjustifikasi salah terhadap apa yang telah di yakini benar oleh orang lain adalah salah, begitu juga memvonis benar sendiri pemahamannya adalah juga salah. Dari sedikit penuturan sedikit diatas, bahwa konsep kelemahan dan keterbatasan manusia tidak menjadikan manusia terstatuskan dalam kehidupan sosial, justru memposisikan manusia sama dan bermartabat. Atau disebut masyarakat egaliter yang menjunjung tinggi kesamaan dan derajat dalam sebuah komunitas masyarakat yang majmuk dan kontradiktif dalam status.

Islam mungkin merupakan agama yang paling tidak kenal kompromi dalam keteguhannya bahwa semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Di mata Allah, perbedaan derajat social dan kekayaan tidaklah berarti. Seluruh kaum muslim memeliki kesempatan yang sama untuk beribadah kepadaNya. Secara teoritis, sikap egaliter ini juga berlaku dalam kehidupan social. Aspek religius dan social konsep kesederajatan dalam islam terkadang berkaitan erat satu sama lainnya. Contohnya, kaum muslim tidak memerlukan pelantaraan ulama untuk berhadapan dengan tuhannya. Akan tetapi dalam kasus lain, ada hadis yang membedakan dengan tegas antara kesederajatan dalam bidang agama dan social. Kaum wanita dan budak, misalnya, dianggap sederajat dengan pria dalam bidang agama, namun tidak dalam status sosial. Di kalangan kamu laki laki, dapat dikatakan bahwa konsep kesederajatan dalam islam telah dipratikkan, baik dalam kehidupan beragama maupun social. Pertentangan tradisi islam terhadap pelanggaran konsep kesederajatan, baik dalam dimensi agama maupuun social, merupakan salah satu daya tarik yang terkuat dan paling universal

Maka konsep-kelemahan dan keterbatasan- diatas manjadi hal yang amat vital dan penting untuk membangun sebuah komunitas masyakat bahkan dalam masyakat dunia sekalipun menjadi masyarakat egaliter yang menjunjung tinggi nilai nilai kemanusian, kalau memang hal tersebut –egaliter- dianggap sebauah masyarakat yang ideal meskipun banyak terjadi pemberontakan didalamnya . Tapi anehnya perbedaan status dalam sebauh masyarakat akan menjadi lebih hidup dan hal yang patut di lestarikan sejalan dengan apa yang di sebut sebagai tradisi ‘kasta’ dalam masyarakat sudah begitu megakar, sebab kondisi itu justru, akan mendorong semangat juang untuk melakukan upaya menyaingi kedudukan ‘kasta’ yang lebih tinggi, sedangkan sulit untuk dipungkiri bahwa, keberadaan orang yang ‘lebih’ akan membuat dia ‘terdewakan’, sangat manusiawi sekali jika kedudukan yang tinggi baik dalam bidang keilmuan atau kebendaan menjadi ukuran penstatusan dalam sebuah masyarakat di minati. Dan terdapat kecendrungan dimana posisi diatas lebih baik daripada posisi di bawah, tapi alangkah indahnya posisi yang tinggi didasarkan oleh ilmu(intelektual) dan dengan sendirinya dengan ilmu dia akan termulyakan, demikianlah Allah berfirman “Maka Allah akan menonggikan orang orang yang beriman dan orang orang yang berilmu diantara kamu beberapa derajat, dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Walaupun model tersebut –penstatusan- bertujuan memberikan deskripsi yang lengkap tentang aturan aturan keberadaan manusia. Mereka diurut berdasarkan tingkat intelektualnya, yang tidak bisa tergambar dari pekerjaan mereka. Model tersebut menunjukkan gagasan bahwa umat manusia merupakan suatu mikrokosmik. Tingkatan pertama terdiri dari para nabi, yaitu penegak aturan yang berasal dari Tuhan. Mereka adalah wakil hokum yang tertinggi. Di bawah mereka terdapat penjelmaan dari intelektual manusia yang kedua tertinggi dan seterusnya. Bisa dilihat bahwa mereka yang mempelajari ilmu pengetahuan (agama) berada dalam satu kelompok. Demikian pula halnya dengan orang yang berkecimpung dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan. Para petani, tukang bangunan dan pedagang dibedakan dengan jelas satu sama lain. Ini mungkin mencerminkan peringkat pekerjaan yang layat yang telah lazim.


Latar belakang

Meliahat sub tema di atas, sebenarnya berangkat berdasarkan dari sebuah pertanyaan yang amat sederhana yang dengan kesederhaannya bagi saya sangat sulit dijawab, dikarenakan ada kemungkinan saya tidak siap pada waktu itu, dan sampai sekarang juga saya tidak bisa mejawabnya. Kadang kadang juga sebuah perkataan atau pertanyaan akan muda di jawab, manakalah ada persiapan dan waktunya tepat, walaupun kadang juga jawaban sepontan juga dibutuhkan, tapi tidak jarang jawaban spontan bisa memuaskan tapi justru menyakitkan dan menjengkelkan. Begini pertanyaan yang dilontarkan kepada diri saya “ lapo sekolah duwur duwur le le, wong akirnya juga golek duit”, saya pada waktu menjawab dengan spontan, dengan menunduk “ la inggih pak pak, tiang niku yo bakale sedo” . Tapi dalam benakku berkata, semoga beliau tidak mengukutukku dengan jawabanku tersebut, bagaimanapun beliau juga, adalah seorang guru yang telah mengenalkan saya kepada huruf hauf hijaiyyah sampai saya bisa merangkainya.

Tapi pernyataan yang sederhana itu, sempat membuat diri saya mengalami depresi dan bingung antara memilih berlayar menjemput ilmu ataukah berlayar mencari pengalaman yang berorientasi kepada kebedaan, dan pada ahirnya saya memutuskan untuk belajar, dengan alasan bahwa pernyataan beliau sifatnya emosional menurut saya, tidak semata mata memang beliau menyuru saya untuk bekerja ini alasan petama. Yang kedua adalah walaupun beliau tidak lagi mengajarkan ilmu ilmunya sekarang, toh beliau keluar dari daftar nama nama dewan guru disekolah saya pada waktu itu adalah alasan kesejahteraan guru guru disekolah saya, beliau harus pergi ke kota, untuk menguras tenaga untuk mengumpulkan dana menyubsidi guru guru disekolah saya agar mereka sejahterah, dari alasan yang kedua itu menyakin saya bahwa pendidikan adalah penting dan utama, dan lebih menyakinkan lagi bagi saya terahir beliau juga memberikan pertanyaan kepada saya “ milih endi jalan desomu diaspal opo milih desamu di kunjungi presiden?”. Bagi saya pertanyaan itu sebuah analogi antara harta dan ilmu, beliaupun menjelaskan sendiri, “kapan koe milih jalan desomu di aspal koe gak iso salaman karo presiden lan gak iso ngerungokno pidato presiden, lah kapan koe milih presiden ngunjungi desomu koe ole loro keuntungan, saji jalan desomu mesti di minimal di dandani. Lah sing loro, koe iso pinter mergo koe iso delok presiden pidato”.maka dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwasahnya dengan berbekal ilmu, dunia “harta” dengan sendirinya akan didapatkan,

Jadi, apa yang telah saya putuskan sekarang untuk berlayar menjemput ilmu, tidak sama sekali memberi satu jawaban terhadap sebuah pertanyaan diatas, sebab memang pemutusan saya tersebut hanya menjawab satu sisi saja, yaitu dari sisi tuntutan untuk memilih antara dua pilihan belaka. Namun belum menyentuh pada sisi esensi dua pilihan tersebut. yang bagaaimanapun juga kalau tidak tersentuh esensi itu, maka yang terjadi adalah sebuah pilihan akan menjadi bentuk narsisme untuk mengikuti arus, tidak menjadi bentuk pilihan yang amat penuh dengan sebuah pertimbangan matang dan sebuah panggilan hati yang mendalam. Untuk mencoba menyentuh terhadap esensi tersebut, patutlah kita membuat sebuah usaha mengetahuinya dengan cara menengok tema ilmu pengetahuan.

Tentang ilmu pengetahuan

Jika ada pengistilahan generasi tanpa kepala, maka istilah ini patut di labelkan kepada sebuah generasi yang tanpa sebuah pengalaman ilmu pengetahuan yaitu masyarakat tanpa seorang pemikir, seniman, dan kitab. Islam sendiri sebuah agama ilmu pengetahuan sebab dengan ilmu manusia bisa mengetahui Tuhan, agama dan bisa mengerti urusan urusan dunia dan ahiratnya. Ayat suci pertama yang di turunkan kepada hati nabi adalah ayat tentang ilmu dan membaca “ bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptankan…” , ayat inilah mendeklarasikan terhadap pentingnya ilmu dan yang berhubungan dengannya yaitu membaca, dan selama ilmu dan membaca tersebut dihubungkan dengan nama Tuhan dan demi kebaikan manusia maka ilmu itu bermanfaat. Tentu saja membaca itu adalah suatu ilmu. Dan yang dibaca juga bersifat ilmu. Demikianlah Al-Quran menggambarkan kedudukan Ilmu dalam Islam.
Sebab itu dalam tradisi Islam, orang yang berilmu amat dimuliakan. Kedudukannya dalam masyarakat adalah amat mulia.Bahkan merekalah pengganti para nabi dan rasul yang sudah tiada lagi di dunia ini. Dalam satu hadis yang menggambarkan betapa kedudukan seorang alim itu setelah mangkatnya para nabi. Ahli ilmulah pengganti para nabi dan rasul
Dalam satu permasalahan yang lain, Takwa misalnya, adalahtidak akan dapat dicapai oleh seseorang manusia Muslim melainkan dengan pelantara Ilmu pengetahuan. Ilmu itulah yang menentukan kedudukan takwa seseorang. Dan takwa itu pula tidak dapat dipisahkan dari seorang ulama. Ini artinya hanyalah orang yang bertakwa saja yang dianggap sebagai ulama yang sesungguhnya. Dan Ulama yang sebenarnya pasetilah bertakwa dan berilmu. Kata “ulama “ itu sendiri adalah kata jamak dari perkataan “alim”, artnya orang yang mengetahui, orang yang berilmu. Sebab itu Islam menggalakkan umatnya mempunyai ilmu yang cukup dalam melaksanakan satu-satu tugas seperti shalat misalnya. Perlaksanaan shalat tidak akan sempurna jika seseorang itu tidak mengetahui tentang cara-cara mengambil wudu’, bersuci, membaca AlQuran dengan betul dan segala rukun shalat yang lainnya. Ini menunjukkan betapa Islam itu meletakkan posisi ilmu di atas segala yang lain, yaitu sebelum seseorang itu melaksanakan sesuatu perkara.
Bahkan Islam sebenarnya mewajibkan setiap anggota masyarakatnya memiliki ilmu. Dalam satu hadis disebutkan” menuntut ilmu itu adalah wajib ke atas setiap orang Muslim”. Dengan demikian, untuk menjadi seorang Muslim yang sempurna kita mestilah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Islam itu sendiri, yaitu berilmu
Melihat kepada kamajuan ilmu modern seperti di sekolah, pesantren dan universitas bahwa perkembangan ilmu pengetahuan sekarang lebih tinggi dan cepat dibandinkan dengan zaman dahulu kala . Manakala kita melihat perkembangan alat informasi dan metode pendidikan dan pengajaran yang amat bervariatif maka dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu sekarang lebih melimpah, hal ini bisa menunjukan terdapat perbedaan perbedaan mendasar dengan perkembangan ilmu pengatahuan di zaman dahulu, yaitu perbedaan itu terlihat bahwasanya pada zaman dulu untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dengan kaidah iman, sebab mereka memandang ilmu pengetahuan adalah sebuah bentuk perintah agama, lain halnya sekarang orientasi seperti itu sudah hilang maka yang terjadi ialah tujuannya demi kehidupan dunia belaka.

Ilmu bagian dari perihal yang termulya dalam islam dan hal yang terpenting untuk tuntut oleh seorang muslim, karena ilmu bukan hal yang sia-sia untuk dituntut dan pastinya menguntungkan baginya dan kemuliaan ilmu akan muncul pada pemiliknya, Allah dalam hal ini memberikan penjelasan “katakanlah. Apakah sama orang orang mengetahui(berilmu) dan oaring orang yang tidak mengetahui(bodoh)” . Tidaklah diketahui keutamaan ilmu kecuali hanya di ketahui oleh orang orang yang berilmu, Dan bukan hanya yang mencarinya penting tetapi lebih dari itu, ilmu adalah bagian dari kewajiban agama dan social bagi seorang, untuk sebagai upaya mengetahui titah tuhan dan kemajuan hidup, terlepas manfaat tidaknya sebuah ilmu tidak menjadikan sebuah alasan tidak untuk mencarinya, terdapat orang yang menganggap bahwa keutamaan ilmu harus disertai dengan amal, begitu juga amal tanpa disertai sebuah ilmu bukanlah sebuah ilmu. Kedua anggapan ini bisa jadi tidak benar, sebab ilmu sendiri adalah sebuah amal karena dalam ilmu sendiri terdapat usaha amaliyah seperti belajar, menghafal dan lain sebagainya, bisa juga orang punya anggapan bahwa keutamaan amal harus disertai ilmu dan sebaliknya, Mereka adalah tidak mengetahui ilmu dan amal itu, sehingga orang bodoh bisa mengatakan” tidak di haruskan perkataan harus dilakukan, dan diharuskan berilmu tidak harus diamalkan” , tidak menjadi ukuran kemanfaatan sebuah ilmu harus diaplikasikan sendiri bukannya ada ilmu yang sifatnya harus disampaikan tidak harus dilakukan bagi orang yang meninformasikannya, misalnya menginformasikan keindahan dan keutamaan sadaqah kepada orang lain, tidak menjadi keharusan baginya untuk menjalankan, karena disebabkan dia seorang miskin, dan tidak ada dosa baginya toh dia telah menjalankan konsekuensinya sebagai orang yang punya kewajiban untuk menyampaikan, karena menyampaikan adalah bentuk dari ilmu itu sendiri dan menyampaikan kebenaran adalah sebuah jihad, sedangkan jihad merupakan perintah agama.

Bagimana pun juga hidup tanpa sebuah pengatahuan akan menjadi ‘mati’ sebab ilmu adalah sifat yang membuat hidup dan dengan sifat itu akan membuat manusia bijak dalam menyikapi hidup. Orang tanpa ilmu laksana binatang yang mengandalkan keinginan untuk mencapai segala sesuatu, kerana posisi kepala binatang lurus setara dengan badannya, artinya daya instingnya setara dengan nafsunya, bahkan nafsunya lebih tinggi. Untuk membedakan hal itu ilmulah yang menjadi dasarnya dengan anuhgerah akal manusia dituntut untuk mau berfikir tidak seperti binatang “seburuk-buruk binatang melata di muka bumi adalah orang-orang tuli dan bisu yang sama sekali tak memakai akal mereka” ayat ini bukan semacam kutukan bagi mereka yang secara fisik menderita cacat tuli dan bisu, melainkan ditujukan terhadap golongan manusia yang tidak mau berfikir ; berfikir dan ilmu bagaikan kaca dan sinar, keduanya akan memberi pantulan, ilmu yang luas akan memberikan pemikiran yang luas pula.

Tentang kemuliaan ilmu banyak sekali disebutkan dalam Qur’an dan hadis Nabi sebagaimana kita ketahuinya. Masalah kemuliaan ini Ali Bin Abi Thalib R.A pernah menasehati kumail, ilmu adalah lebih utama daripada harta. Ilmu menjagamu sedangkan engkaulah yang harus menjaga harta. Ilmu adalah hakim sedangkan harta adalah mahkum. Harta akan berkurang apabila dibelanjakan sedangkan ilmu justru akan bertambah subur apabila “dibelanjakan”

Dan kata Ali pula “ seorang berilmu lebih utama daripada seorang pejuang yang berpuasa di siang hari dan bertahajjud di malam hari. Kematian seorang alim menimbulkan celah dalam islam, yang tidak dapat di tutupi kembali kecuali oleh seorang alim yang lain sebagai penggantinya”. Lantas Ali bersyair:

Kebanggaan hanyalah layak bagi para penyandang ilmu
Merekalah pemberi petunjuk bagi siapa yang tidak mengerti
Nilai setiap orang hanyalah sekedar ilmu yang di kuasainya
Sedangkan orang orang bodoh memusuhi para ahli ilmu
Maka rangkuhlah ilmu agar kau “hidup” selalu dengannya
Manusia pada hakikatnya adalah orang orang “mati”
Sedangkan para ahli ilmu senantiasa “hidup” abadi.

Abu Al-Aswad berkata “ tidak ada sesuatu apapun yang berharga daripada ilmu, para raja menguasai rakyat yang banyak, sementara para ilmuwan menguasai para raja”.

Abdullah bin abbas berkata “ sulaiman bin daud pernah meminta memilih antara ilmu, harta dan kekuasaan, maka dia pun memilih ilmu dan dengan pilihan itu, diberikanlah juga padanya harta dan kekuasaan”. Karena kebahagiaan bukanlah banyak harta, berapa banyak pemilik harta hidupnya sengsara dan orang tidak banyak harta bahagia hidupnya, bagaimana seorang bodoh kaya bahagia. sedangkan dia tidak mengerti cara menggunakan hartanya atau bagaimana seorang alim fakir merasa hidup sengsara sedangkan ilmunya akan meninggikan derajatnya!. Dikatakan dalam mantsur al hikam: berapa banyak orang yang hina termuliakan karena ilmunya dan orang yang tinggi kedudukannya terhinakan dikarenakan kebodohannya. Abdullah bin al-mu’taz: kenikmatan orang bodoh adalah laksana taman diatas sampah. Sebagian ahli hikmah bertutur : semakin besar kenikmatan orang bodoh maka bertambahlah keburukannya.

Beberapa tuturan para tokoh islam diatas tentang keutamaan ilmu sudah cukup membuktikan. Bahwa ilmu mempunyai nilai terpenting dalam kehidupan manusia, tidak hanya sekedar sebagai alat mencari kemuliaan akan tetapi dengan ilmu dan pada ilmu sendiri terdapat kemuliaan. Seperti dialoq Allah dengan para malaikatNya tentang penciptaan Adam, bahwa Adam dimuliakan serta sekaligus dilantik sebagai pemimpin (khalifah) dimuka bumi dianrara mereka, karena Adam dibekali ilmu pengetahuan oleh Allah SWT . Namun yang menjadi masalah bagi sebagian orang sekarang adalah bagaimana ilmu bukan hanya mampu memberi kemulyaan yang sifatnya abstrak, melainkan bagaimana ilmu bisa dan mampu memberi suatu solusi bagi kehidupan yang syarat dengan kebutuhan ekonomi. Tidak hanya berhenti meyakini bahwa, tuhan pasti akan memberi makan hambanya untuk bisa hidup, karena manusia punya kecenderungan untuk lebih menyempurnakan kebutuhannya yang sifatnya primer. Sebab pola hidup manusia semakin meningkat. Maka itulah manusia mampu ‘hidup’ bukan hanya karena merasa punya kepemilikan ilmu, akan tetapi manusia bisa ‘hidup’ bagaimana menggunakan ilmunya.

Kesimpulan

Perlu disimpulkan disini adalah bahwa karena manusia itu dalam kesemdiriannya tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri., maka kelangsungan hidupnya akan mustahil atau sulit, walaupun hanya untuk hidup sebentar. Yang pertama dibutuhkan adalah sesuatu yang dapat menutupinya dan sesuatu yang dapat dimakan. Dia tidak akan mendapatkan pakaian yang siap pakai, atau makanan yang siap saji, seperti halnya pada binatang. Sebaliknya , dia terpaksa harus membuatnya. Pembutan ini membutuhkan alat yang tidak bisa tersedia begitu saja. Jadi, seseorang menusia tidak memiliki sarana untuk menyediakan seluruh yang dia bituhkan bagi kehidupan yang berarti sehingga mereka tidak memiliki pilihan kecuali saling berbagi satu sama lain dengan bekerja sama. Oleh karena itulah, Tuhan menentukan tugas bagi setiap kelompok, sekaligus kondisi yang membuat merke tidk cocok untuk mengerjakan pekerjaan lain. Dengan ini, manusia membagi pekerjaan di kalangan mereka sendiri. Masing masing mengambil katagori pekerjaan dan mengerjakan dengan penuh semangat “ Namun mereka manusia menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa belahan. Tiap tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka masing masing

Selama bumi masih berputar diporosnya, selama itu juga manusia punya tugas besar menjalankan amanatnya masing masing. Mengajak berbuat menuju hal positif (amar ma’ruf) adalah tugas seorang muslim, hanya saja kita tidak bisa merubah kondisi seseorang melainkan memberi kesadaran baru, bahwa ditangan mereka perubahan itu ada. Bagaimana pun juga peran ilmu sangat besar dalam kehidupan manusia, tapi kalau tanpa kesadaran untuk memulainya melihat, hasilnya nihil sekali

Tema ini di pergunakan, sebab terdapat kesadaran baru, yang telah mendorong untuk melakukan sebuah perjalanan kepada titik kebaikan, dan bentuk kesadaran itu muncul dari pengalaman hidup dengan bertemu sesorang yang telah memberikan satu buah tuturan makna hidup sesungguhnya, dimana seharusnya dilakukan demi mencapai makna tersebut. Bagi saya tidaklah berlebihan jika seseorang itu disebut jelmaan dunia yang jauh lebih tau di banding saya tentang dunia. yang punya tutur tuturan yang mendalam.yang mampu memberiku satu harapan dan motivasi. Sepeti yang saya ilustrasikan pada bagian latar belakang di tulisan ini.
Pemilik ID makan_haty@yahoo.com. Sekaligus menyandang status mahasiswa Tk. III di Fakultas Usul Al-Din Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Konsep ini, telah mengklaim meyakini dan memvonis telak bahwa, manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan yang lain, dan itu merupakan keniscayaan yang harus dilakukan agar manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai penghuni alam semesta maka tidak heran akan muncul sosialisme sosialisme yang beranggapan bahwa komunitas yang kecil pada suatu saat akan menjadi besar dan maju,menyaingi komunitas yg besar yang sudah ada, Hal ini justru sangat berbeda dengan kapitalisme yang beranggapan sebailiknya bahwa komunitas kecil akan di’makan’ habis oleh komunitas yang besar yang sudah ada sebelumnya, sebab komunitas yang lebih besar mempunyai potensi jauh lebih besar dan maju dibanding komunitas yang kecil. Hal ini sudah amat banyak terjadi dimana mana, di Indonesia misalanya, komunitas kecil (pedagang) yang betahun tahun banyak yang di “makan “oleh pemodal besar. Dan hebatnya lagi secara tidak sadar manusia dalam zaman kapitalisme akhir ini tidak sadar bahwa dunia mereka adalah dunia hasil rekayasa kapitalis global. Mereka mereka bebas memilih dan menjadi apa saja yang mereka inginkan tetapi kebebasan mereka memilih tidak sepenuhnya bebas karena pilihan-pilihan yang ditawarkan telah diatur sebelumnya. Pada masa kita sekarang relasi antara subjek dan objek berada dalam kerangka konsumsi. Dimana masyarakat kapitalisme akhirnya hanyut dalam proses konsumerisme. Sebenarnya pada masyarakat ini tidak ada lagi pembedaan antara subjek dan objek, bahkan manusia pun menjadi komoditi yang dapat dijadikan objek. Bagi paham ini , pemilik tenaga kerja yaitu pekerja telah diobjektivikasi oleh para pemilik modal. Jadi tidak hanya barang yang dihasilkan pekerja yang menjadi objek tetapi pekerja yang membuat komoditi itu pun telah menjadi objek dari para pemilik modal. Disini terjadi apa yang disebut dehumanisasi manusia. Pada situasi ini manusia tidak lagi diposisikan sebagai subjek melainkan telah dijadikan objek oleh manusia yang lainnya.Tapi hal dan kejadian itu tidak menafikan bahwa soasialisme tidak banyak yang berhasil guna melestarikan dan menjalankan konsepnya, yang justru watak dari mmasyarakat sosialisme membawah dampak ramah dan harmonis dalam kehidupan di masyarat . kaum sosialis dengan tajam mengkritik masyarakat borjuis, mengkritik ketimpangan, ketidakadilan, dan semuanya berkeinginan mengubah masyarakat borjuis menjadi masyarakat yang adil, masyarakat sosialis. Mereka berbeda dalam menetapkan sumber dan dasar kemelaratan rakyak walaupun mereka dengan sadar bahwa terdapat status masyarakat yang kontradiktif , tetapi mereka tidak mengakui perjuangan kelas sebagai tenaga penggerak perkembagan masyarakat dalam masyarakat berkelas justru kaum sosialis akan menjadikan masyarakat yang igaliter tanpa semata-mata memperhatikan diri mereka sendiri dengan suatu cara dimana komunitas masyarakat seperti itu bisa diciptakan atau diperjuangkan, seperti yang di anggap kaum kapitalis,
Q,S .Al dzariyat.56
Masyarakat Egaliter Visi Islam Diindonesiakan dari kaya Luise Marlow. Hierarchy and Egalitarianism in Islamic Thought. Hal 7
Hal yang juga relevan dalam pembahasan egalitarianisme dan melemahnya konsep trersebut adalah peranan yang dimainkan dalam banyak gerakan pemberontakan yang terjadi pada ahir priode Umayyah dan awal ‘Abbasiyyah.. Pembrontakan yang terjadi di khurasan, Transoxania, dan iran utara pada abad kedua/kedelapan dan awal abad ketiga/kesembilan tidak memiliki karakter yang sama.(baca Masyarakat Egaliter Visi Islam. Hal.107-108)
Q.S. Al-Mujadalah. 11
DR. Muhyi Al-Din Rajab Al-Bana. Jail Bila Ra’si (Dar Al-Ma’arif) Hal.11
Q.S Al-Alaq 1-5.
DR. Ahmad Umar Hasyim Majalah Mimbar Al-Islam Edisi 10 Syawal 1429 H.
Q.S Al- Zumar.9
Hujwiri. Kasyf Al- Mahjub.(Al Majlis Al-‘ala Li Al-saqafah) Hal.204
QS 8:22
Ihya’ kitab ilmu hal
Abi Al-Hasan Aly Bin Muhammad Bin Habib Al-Bashry Al-Mawardy. Adab Al-Dunya Wa Al-Din. Hal.36 (Al-Adzakhoir, Al-Haiah Al-‘Amah Li Qushur Al-Tsaqafah)
Lebih jelasnya baca kisah dialoq Allah dengan para malaikat di QS. Al-Baqarah.
QS Al-Mu’minun .53

No comments: