Wednesday, September 30, 2009

Ibadah Dalam Islam

Ibadah —dalam arti secara umum—adalah salah satu yang menjadi keresteristik Islam dan sekaligus sebagai pembeda dari Agama-Agama yang lain, Misalnya perbedaan ini dapat dilihat di Agama Kristen. Agama Kristen Agama teologis “kholis” artinya selalu mengurusi hal-hal yang bersifat ketuhanan saja akan tetapi mengesampingkan isu isu dunia “kemanusiaan”. Kita bisa melihat dalam isi kutbah-kutbah gereja mereka. Anggapan ini jelas kurang valid untuk bisa dikatakan sebagai pembenaran argumen apalagi sebagai kajian ilmiah, tapi yang perlu diperhatian dan bila perlu di garis bawahi adalah dalam akidah seseorang yang paling dangkal sekalipun, yang sedang melewati tahap yang lebih mapan dan kuat, setidaknya secara dini penanaman keyakinan kebenaran tentang agama sendiri dari agama-agama lain adalah menjadi hal yang perlu di lakukan se dini mungkin oleh pribadi soarang muslim agar menjadi muslim yang kaffah, inilah awal dari keyakinan mapan dan kuat yang timbul dari gesekan-gesekan sebuah keraguan.

Dalam Islam sendiri ibadah mempunyai defenisi dan medan penerapan yang begitu amat luasnya sehingga apapun yang di senenagi dan di laksanan oleh seorang hamba itu akan menjadi ibadah. Makan misalnya, yang tidak kita sadari dan sudah menjadi kebiasaan dalam keseharian kita untuk menjadi hamba yang kuat fisik yang nanti kesehatan dari manfaat makan tersebut di harapkan mampu memenuhi panggilan Tuhan sebagai hamba mukallaf, adalah salah satu dari bentuk ibadah. Makan adalah ibadah maka tidak perlu untuk menghentikan makan ketika mendengar panggilan apapun sekalipun itu panggilan Tuhan”adzan”, karena makan itupun merupakan ibadah tersendiri, maka penulis mengatagorikan makan sebagiai ibadah yang besifat vertikal tidak horisontal.

Manusia—pada ranah hubungannya dengan Tuhan—adalah hamba yang dikuasi dan di paksa, yang mendengar dengan baik firman-firman dari Tuhannya baik perintah atau larangan kemudian melaksanakan dan meninggalkannya, maka dari asumsi tersebut manusia sama sekali tidak mempunyai kebebasan bergerak, dia hanya seorang hamba yang mengabdi dan patuh kepada-Nya, hal ini selaras dengan konsep penciptaan manusia yang tujuan pencipataannya adalah semata mata hanya mengabdi kepada sang pencipta, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembahku” (Q,S .Al dzariyat,56). Ini adalah harga mati yang tidak dapat ditawar karena konsep kehambaan cuma mengenal satu hubungan yaitu kepatuhan. karena pembahasannya masalah ini adalah terkait dengan akidah dan keimanan. Bagaiamana manusia itu bisa bebas padahal dia adalah seorang hamba?. Karena kebebasan dan kehambaan adalah dua hal yang mustahil untuk dimiliki dalam satu ‘tubuh”. Maka akan tampak jelas bahwa Allah swt adalah Tuhan pembuat taklif , manusia adalah seoarang hamba yang sebagi pelaksananya dan semua bentuk penyembahan hanya kepada-Nya.

Ada yang cukup penting untuk mengatakan tindak tanduk seoarang hamba bernilai biasa atau ibadah adalah niat , maka akan mejadi keniscayaan untuk menyertakan niat tehadap perbuatan hamba agar menjadi ibadah dan tapi, jelas tidak menjadi syarat ibadah diterima Tuhan kalau hanya sekedar niat belaka, maka keniscayaan selanjutnya yang begitu amat penting dari pada niat adalah ikhlas. Di sini ia akan menjadi penentu seorang hamba apakah berhak mendapat balasan atau tidak dari ibadahnya tersebaut.?! Dan semuanya setidaknya sudah menjadi kesepakatan para ulama dengan berbagai alasannya dalam pembenaran mereka yang berdasar pada penafsiran atas teks-teks yang ada.

Dari sedikit pemaparan di atas dapat diambil tiga pilar penting yang ketiganya amat terkait satu sama lain ibarat segi tiga sama sisi. Sisi bagian bawah adalah tindak tanduk seorang hamba, sisi sebelah kanan adalah niat dan sisi sebelah kiri ialah ikhlas yang mana keduanya sama sama menghadap keatas artinya yang urusannya di tangan Tuhan.

Tapi, apakah semua amal ibadah membutuhkannya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu di paparkan disini adalah tentang pemetaan atau pembedaan ibadah. Dalam islam sudah jelas mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-Nya secara pribadi seperti shalat, puasa dan lain sebagainya ini adalah disebut ibadah vertikal yang sifatnya personal. Ibadah vertikal ini saya rasa sudah finis pembahasannya, sebab terdapat madzhab sendiri yang mengaturnya, satu ibadah bisa saja berbeda cara pelaksanaannya tapi saya kira sama esensinya, dan hal tersebut tidak harus menimbulkan permasalahan apalagi permusuhan, hal sedemikan itu masuk kepada kajian fiqih madzhab dan ia timbul dan di bangun dari perbedaan-pandangan dalam memehami makna teks keagamaan, maka fiqih identik dengan perbedaan, ini yang pertama. Sedangkan yang kedua adalah ibadah herisontal (amal sosial) yang tata cara pelaksanaannya menyangkut publik. Untuk ibadah ini di perlukan semacam kajian yang mendalam, agar benar benar Islam akan menjadi solusi untuk kemanusiaan.

Islam adalah agama dunia (dan) sekaligus ahirat, di sinilah maka islam adalah solusi “Islam Huwa Al-Hal” yang di harapkan mampu megatasi urusan-urusan kemanusiaan, dan nantinya akan menjadi tanngung jawab setiap muslim yang sadar betul dengan isu-isu kemamusiaan, yang senantiasa berkembang selaras dengan perkembangan zaman serta membutuhkan solusi manusia itu sendiri sebab hanya manusialah —selaku penjalan agama—yang mampu menghadirkan Islam sebagai solusi ‘Al-Hal” hidup. Untuk menjantawantahkan hal itu dan agar hal itu tidak hanya sekedar celoteh dan slogan politis belaka, maka di harapkan terdapat pembedaaan antara ibadah personal yang urusannya ada pada tanggung jawab sendiri dengan Tuhannya dan ibadah public yang menyangkut kehidupan orang banyak.

Jika semua ibadah termasuk ibadah yang bersifat horisontal (amal sosial) di hargai mati dengan mengharuskan ikhlas sebagai satu-satunya pendorong pelaksanaannya artinya, pelaksanaannya menunggu ketika timbul ikhlas, maka yang akan terjadi ialah. Pertama, penundaan sosial, karena rasa ikhlas tidak sekonyong-konyong muncul dari hati seseorang akan tetapi timbul dan muncul akibat dari kebiasaan-kebiasaan untuk berbuat sosial, jika dipaksakan pelaksanaannya maka terkesan akan peyakinan dalam diri seseorang istilah yang penting ikhlas, setahu saya konsep demekian itu tidak terdapat dalam Islam, namun yang perlu di ajarkan pada seseorang adalah konsep harus ikhlas. Kedua, orang lain tidak tertolong secara cepat, sebab terjadinya musibah yang menimpah manusia itu datang secara tidak di duga-duga serta membutuhkan penanganan secara cepat pula. Dan ketiga ialah penanaman sifat Istibdad Al-mal ; penumpukan atau penyimpanan harta dengan banyak tanpa pentasarufan dan di sertai dengan anganggap hartanya adalah hasil jerih payah dari keringatnya sendiri, kurang lebihnya pelestarian sifat Qarun akan bakal terjadi , hal ini bisa menghambat perjalanan Islam sebagai Agama kemanusiaan.

Maka hemat saya, hal seperti perlu selalu disinggung karena setelah mengetahuinya di harapkan rasa kemanusian antar manusia lebih mengobar dalam hati muslim, dan yang terpenting sebagai ahir tulisan ini adalah banyaknya amal sosial (sumbangan) yang didasari dengan harus ikhlas dari pada sedikitnya amal sosial (sumbangan) atas dasar yang penting ikhlas. Tapi yang terpenting adalah tujuan sosialnya tercapai, jika perlu harus di pamerkan agar tergugah hati mereka untuk mengikutinya, bukankah berbuat baik takut di lihat manusia itulah yang di sebut pamer?!.Allahu A’lam bi Al- shawab.


No comments: